lebih baik jadi gila, atau bunuh diri?


Lebih baik Jadi Gila atau Bunuh Diri?
[Ada satu komentar di situs facebook pribadi saya, yang menanyakan soal apakah lebih baik menjadi gila atau bunuh diri?]
_____________
Sebagian orang hidup dalam keputusasaan, sebagian yang lain hidup dalam kesukaan. Metode Yin dan Yang, hidup yang seimbang. Kiri dan kanan, gelap dan putih, berat dan ringan juga tinggi dan pendek. Sebagian orang yang berputus asa di dalam hidupnya, kebanyakan mereka larut dalam kepedihan dan kelaraan hatinya sendiri. Menjadi kucil oleh persebab masalah yang besar menurut anggapannya. Sehingga tak apalah, jika memang itu sudah menjadi haknya untuk menjadi seseorang yang pantas bersedih.
Diantara mereka pastinya pula menderita tekanan mental yang amat dahsyatnya,, luka yang mengangga dan tak sanggup untuk ditambal atau bahkan dihilangkan sama sekali. Saya pula tak menampik akan rasa tertekan seperti ini. Pada dasarnya, itulah manusia. Di mana manusia itu memiliki dua karakter, yaitu karakter lemah dan kuat. Dan sebelumnya tiap manusia itu juga memiliki kepribadian yang berbeda satu sama lain. Dan terbagi menjadi empat golongan, yaitu, yang pertama. Melankolis yang memiliki sikap murung atau muram, pesimistis dan selalu menaruh rasa curiga. Kedua, Sanguinis yang selalu menunjukkan wajah yang berseri-seri, periang atau selalu gembira dan bersikap optimis. Ketiga, Flegmatisi manusia yang memiliki tipe seperti ini sifatnya lamban dan pemalas, wajahnya selalu pucat, pesimis, pembawaannya tenang, pendiriannya tidak mudah berubah. Keempat, Kolerisi biasanya tipe ini adalah orang yang memiliki tubuh besar dan kuat, namun penaik darah dan sukar mengendalikan diri, sifatnya garang dan agresif.[1]
Jika ada orang yang bertanya lebih baik mana, jadi gila atau bunuh diri? Kira-kira apa yang ada di dalam benak pikiran Anda pada kedua pilihan tersebut? Tentunya, jika disadari maka keduanya adalah sama-sama pilihan yang gila, benar bukan? Namun jika kembali ditelusuri, patut ditanya apakah orang yang bertanya itulah yang memiliki keinginan untuk bunuh diri? Ataukah sebaliknya malah ingin menjadi gila. Sebab mungkin saja ia tidak mengetahui arti dari definisi gila yang sebenarnya. Dan ingin terlepas dari beban masalah kehidupan maka ia memilih lebih baik menjadi gila. Karena dianggapnya tidaklah berdosa. Karena ketika manusia itu sudah tidak memiliki atau kehilangan akal sehatnya, maka pastinya ia menjadi gila. Dan pada dasarnya, orang gila tidak akan dihukum atas apapun yang telah dilakukannya, termasuk membunuh. Sekeji apapun dia membunuh, sebanyak apapun orang itu telah membunuh, maka ia akan terbebas dari hukuman persebab ia tidaklah waras. Namun, beberapa orang pun memanfaatkan kegilaan dalam rambah hukum, semisal ia melakukan kejahatan tingkat tinggi. Maka ia berpura-pura gila agar terbebas dari hukuman. Orang gila akan terbebas dari hukuman dunia dan akherat. Namun janganlah salah menilai bahwa, sebelum menjadi gila tentunya dia adalah orang yang waras dan sehat akalnya. Jadi hukum akherat pun masih berlaku.
Dan bagaimana dan adakah orang yang berniat untuk menjadi gila? Sebagai satu pilihan yang terbaik? Apakah sedahsyat itukah problema hidupnya hingga ia lebih memilih jalan menjadi gila daripada berusaha untuk mewaraskan pikirannya? Ketertekanan hidup dan beban yang dirasa lebih dari ukuran yang dapat ia pikul memang terkadang membuat saya, Anda tidak kuat untuk menghadapinya. Sehingga, ketika ia belum berniat menjadi gila, malah ia berniat untuk bunuh diri dengan mengikatkan seutas tali di lehernya atau mungkin mengiris urat nadi pergelangan tangannya sendiri. Dan ketika lagi, usaha bunuh diri itu gagal. Maka sepantasnyakah ia lalu berniat menjadi gila? Dapatkah ia terbebas dari permasalahannya saat ia menjadi gila sesungguhnya?
Gila, tidak ada seorang pun yang berniat untuk menjadikan dirinya sebagai orang gila. Karena penyakit gila adalah penyakit yang paling terpuncak dari penyakit kejiwaan lainnya. Sebab ia sudah tak lagi mengenal dunia nyata dan hidup dalam dunianya sendiri. Gila, apakah lebih baik dari usaha bunuh diri?
Patut diketahui bahwa, bunuh diri adalah keadaan moral, ketika orang yang bersangkutan kehilangan cita-cita, tujuan dan norma dalam hidupnya. Dimana nilai-nilai yang semua memberi motivasi dan arah kepada perilakunya, tidak berpengaruh lagi.[2] Dan saat ia menderita depresi demikian dalam, maka ia merasa tidak ada pilihan lain selain mengakhiri hidupnya dengan membunuh dirinya sendiri, agar terlepas dari masalah. Ketika ia telah mati, maka berakhirlah sudah segala urusan dunianya. Tetapi, tidak dengan urusannya pada Tuhan Sang Maha Pencipta. Sebab ia telah memperpendek usianya sendiri sebelum usia yang telah ditakdirkan untuk mati. Dosa bunuh diri tiada ampun, dan ia pun tidak diterima di sisi Tuhan karena telah berputus asa. Dan Allah Taala berfirman, “Dan sesungguhnya akan Kami berikan cobaan kepadamu, dengan sedikit ketakutan, kelaparan, kekurangan harta, jiwa dan buah-buahan. Dan sampaikanlah berita gembira kepada orang-orang yang sabar.” (QS. Al Baqarah 155)
Serta;
Allah Taala berfirman, Katakanlah, “Wahai hamba-hambaKu yang melampaui batas terhadap diri mereka sendiri, janganlah kamu berputus asa dari rahmat Allah. Sesungguhnya Allah mengampuni dosa-dosa semuanya. Sesungguhnya Dialah yang Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (QS. Az Zumar: 53)
Maka, jika kalian merasa masih memiliki pikiran yang waras. Apakah kedua pilihan antara, lebih baik mana? Jadi gila atau bunuh diri? Bukankah kedua-duanya adalah jalan menuju keputusasaan dan terputus dari rahmat Tuhan?
Vanny Chrisma W
Sidoarjo, 10 November 2010
*
[1][1] Psikologi Umum, Alex Sobur, Drs. M.Si.
[2] Psikologi Umum, tentang bab Bunuh diri

Komentar