Lelaki yang tak pernah memiliki kekasih


Ini adalah sebuah kisah...
konon, di sebuah negeri yang penduduknya berjumlah milyaran, di antara semilyar itu ada satu orang lelaki yang memiliki cerita klasik.
Bacalah, pasti kau akan paham maksudnya.
======
Sosok lelaki itu tak pernah dikenal orang-orang sekitar, mungkin sebagian ada yang mengenalnya. Tapi dia memang tak begitu dikenal dan terkenal, sebab ia jarang memperkenalkan dirinya pada orang lain ketika tengah berkumpul dalam suatu pertemuan.
Ia sering terlihat duduk atau berdiri, di sudut, menyendiri. Menyeruput segelas es sirup beberapa kali karena untuk menghilangkan rasa ketegangannya menghadapi orang. Ia berharap orang-orang tak melihat kehadirannya, sebab ia tidak tahan dengan tatapan mata. Lelaki itu merasa jelek dan tidak patut untuk dilihat. Terlahir dengan memiliki wajah yang biasa-biasa saja. Membuat ia berpikir,
"Pantaslah aku tak ingin dikenal siapa-siapa, siapa sih aku? aku bukan siapa-siapa."gumamnya dalam hati. Lelaki itu tak menyadari bahwa apa yang dikatakan untuk dirinya sendiri dapat menjadi sugesti buruk untuknya, menciptakan aura negatif sehingga menyebabkan orang tak ingin melihat atau dekat dengannya.
Sebab ia tak pernah sekalipun menyunggingkan senyumnya, selain hanya pada ibunya. Hanya ibunya-lah yang berhak untuk mendapatkan senyum kasih tulus darinya.
Di sana, di sudut tirai ia berdiri sambil memperhatikan orang-orang yang hadir dalam jamuan makan, malam hari itu. Para laki-laki dan wanita yang saling tertawa, tersenyum dan menggoda satu sama lain, berucap kata-kata penuh kebohongan untuk membanggakan diri yang sebetulnya tak perlu dibanggakan. Lelaki itu berpikir, mereka semua mempraktekkan cara kucing yang sedang ingin kawin, atau burung merak yang memamerkan sayapnya. Untuk menarik pasangan masing-masing. Lelaki itu berpikir,
"Untuk apa? Itu semua hanyalah bualan." gumamnya dalam hati. SEcara tak sadari ia menanamkan kembali sugesti baru ke dalam pikiran alam bawah sadarnya.
Sementara suara-suara iringan musik membuat lelaki itu sedikit jengah, ia letakkan segelas es sirup itu di meja. Kemudian ia memutuskan untuk duduk. Padahal semua peserta tengah berpencar untuk mengenalkan diri satu sama lain, dengan tawa-tawa yang memuakkan.
Membuatnya benci. Satu per mati, lebih dari setengah mati.
Tidak ada yang melihatnya, sebab ia tak ingin terlihat atau dilihat. Di atas dinding terpajang sebuah spanduk besar. Sesuatu yang membuat ia tersenyum. Padahal ia tak pernah memberikan senyumnya pada siapapun selain pada ibunya saja. Tak lebih.
Tapi, mengapa kali ini ia tersenyum? Apakah ia sudah mulai menyadari akan kesalahan yang diperbuatnya sendiri akan sikap kakunya itu?
Atau mungkin, ia sebentar lagi akan ikut berkumpul karena rindu akan keramaian dan membuang rasa kesepiannya?
Lelaki itu tersenyum saat membaca tulisan spanduk, "Jamuan Makan Acara Temu Jodoh. Dua hari satu malam."
Kemudian ia mulai beralih dari tempat ia duduk dan keluar dari ruangan. Mengambil sebatang rokok di saku dan menyalakan putung rokok dengan pematiknya.
Fuufffhh...., asap-asap itu membentuk awan-awan kecil dan sempat ia terbatuk-batuk.
sementara suara-suara bising para wanita yang menggoda syahwat lelaki itu membuatnya muak. Tapi, mengapa ia harus sampai berada di tempat ini?
Apa yang dicarinya? Apa? Jika ia sendiri tak ingin terlihat, ia benar-benar tidak dilihat orang. Bahkan tak satupun yang datang menghampirinya, seorang wanita pun.
Lelaki itu berpikir,
"Pantaslah aku tak punya kekasih."
ia bergumam dalam hati, tak sadari bahwa sugesti ketiga ditanamkan kembali di dalam alam pikiran bawah sadarnya. Ia menoleh ke belakang, menatap wajah seorang wanita yang tengah berdiri menyudut di dekat tirai sambil berkali-kali terlihat menyeruput segelas minuman ditangannya. Wanita itu terlihat resah, kakinya pun tidak tenang.
Lelaki itu terus menatap wajah wanita itu. Sampai pada akhirnya tatapan mereka pun saling beradu. Di sana, disanalah, kembali senyuman itu pun tiba-tiba diberikan untuk si wanita.
"Itu wanitaku, dia kekasihku. Aku harus menghampirinya." gumam si lelaki menanamkan pikiran positif untuk pertama kalinya. Ketika ia membuang putung rokoknya, dan hendak masuk ke dalam ruangan pertemuan itu kembali. Saat langkah kakinya hendak memasuki ruang itu.
Senyum yang sempat terlintas tadi kini berubah menjadi derita, ketika dalam menit itu, ia melihat wanita yang diharap-harapkannya sudah didatangi oleh lelaki lain. Yang bukan dirinya.
lelaki itu bergumam, "Ah, aku terlambat."
Kini, ia kembali menatap sebuah spanduk besar itu, mencermati kata-katanya lalu berkata,
"Aku tak akan pernah mengikuti acara ini lagi, sebab tak ada yang melihatku."
THE END

Komentar