Sebab Ia Hitam


Ya Tuhan, maafkan aku...
karena telah membuat orang itu cemas atas ucapanku,
harusnya aku yang bersalah,
karena tak mengambil hewan kesayangan NabiMu...
Terbayang-bayang akan tangisan seekor kucing yang sebelumnya seakan memanggil-manggil namaku ketika aku tengah sibuk menelpon di dalam KBU wartel setelah mampir di toko, pulsa habis dan hendak mengisinya pula. Ketika aku tengah asyik berbincang-bincang untuk menanyakan tentang kisah motivasi yang sedang kutulis. Dalam seiring percakapan tersebut, aku mendengar suara tangisan seekor kucing yang meminta belas kasihan, mencari ibunya dan meminta makan.
aku bertanya dalam hati, "Kucing siapa itu kok menangis?" , saya tahu apakah itu tangisan kucing atau sekedar kucing yang meminta perhatian orang, atau kucing yang lagi ingin kawin. Spontan saya menebak bahwa kucing itu tengah menangis, benar-benar menangis. sebab suaranya terdengar pilu, walau yang terdengar hanya bunyi, "Ngeong" saja. Tapi aku mengerti artinya, sebab sejak dulu aku memelihara kucing dan mencintai kucing.
Malam itu, adalah detik kematianmu. bahkan aku tak bisa menebak bahwa itu adalah detik kematianmu, maka kau menangis pilu sepilu-pilunya. tak pernah aku mendengar suara kucing sesedih ini. Aku masih tetap sibuk berbicara di dalam dan berniat untuk mengambil kucing itu selepas aku menyelesaikan urusanku. hatiku seakan memaksa agar lekas keluar dan mencari kucing yang ada di luar. Setelah aku keluar dan membayar biaya pulsa pada sang pemilik wartel tersebut dan akan mengisi ulang pulsa. aku masih mendengar suara kucing itu, tapi aku masih menahan diri untuk keluar sebab aku sedang menunggu kembalian uang.
tak ada lima menit, suara tangisan kucing itu menghilang. aku tak menduga dan masih menunggu kembalian si ibu pemilik pulsa. tiba-tiba sebuah sepeda motor berhenti di depan rumah ibu itu, sedang aku masih berdiri diam. lelaki itu masuk ke dalam dengan tergesa-gesa mencari si ibu;
"Maaf, Bu. Punya kantong plastik?" tanyanya dengan napas terengah-engah dan ketakutan.
ibu itu bertanya, "Untuk apa, Pak?"
entah kenapa saat itu aku merasa telingaku tidak mendengar apa-apa, aku tidak mendengar bahwa mereka sedang memperbincangkan kucing itu.
dan ketika aku tersadar dari lamunan, aku keluar melihat apa yang sedang 2 orang itu lakukan.
"Ada apa sih, tante?" tanyaku heran.
"Nabrak kucing?" jawabnya.
aku diam tertegun, termangu, menahan rasa pedih di hati. Ah, bukankah ini kucing yang kudengar tadi dan hendak kuambil selepas ini?
Kenapa mati?
pengendara sepeda motor itulah yang menabraknya dan dia terlihat amat kebingungan untuk berbuat apa. Karena aku kesal dan marah tapi tertahan, aku berkata pada orang itu,
"Jiah, bapak menabrak kucing hitam. biasanya dapat sial setelah ini, ah, kenapa tidak lihat jalan?"
bapak itu menjawab gemetar, "Tadi saya...saya kira, saya ...kira itu tikus karena warnanya hitam."
"Walaupun tikus tetap tidak boleh ditabrak, Pak."
"Saya berusaha menghindari tapi..tapi..."
Ah, bapak itu bohong, memang di jalan di rumahku sering dipakai ngebut-ngebutan, dia berdalih, pikirku. sudah membunuh masih cari alasan juga.
"Dikubur lo, Pak."
"Iya, ini mau dikubur,"
"Jangan sama kantong plastiknya, jangan dibuang di tempat pembuangan."
"Iya...," jawabnya gemetar.
kemudian ketika tubuh kucing yang sudah tergeletak tanpa nyawa itu dimasukkan ke dalam kantong plastik berdobel 3. aku kembali berkata padanya,
"Darahnya, Pak. Darahnya disiram pasir. Biar kering."
Dengan gesit bapak itu menuruti perintahku, dengan sepasang tangannya dia mengambil segenggam pasir untuk menutupi darah si kucing yang bercecer di jalanan. setelah itu, ketika telah selesai urusanku, dan hendak pulang. aku melihat suara meong kucing lain di atas teras rumah orang.
keluarga si kucing lain, tengah menyaksikan kejadian pembunuhan kucing itu dan menyanyi sedih pula. aku menatap ke atas dan melihat seekor kucing kecil tengah melihatku. aku seakan merasa bersalah.
harusnya kucing itu tidak mati jika aku cepat mengambilnya, tapi aku tidak tahu bahwa kucing itu kucing hitam. kata orang, kucing hitam itu kucing sihir, kucing yang dimasuki roh halus. kucing yang jadi sembahan sesajen-sajen. Sebab Ia Hitam.
Dan aku mengumpat dalam hati, "Semoga orang yang menabrak itu sial setelah ini, kucing itu...ah, kasian sekali."
aku mengirim sms ke teman-teman menceritakan kematian si kucing, dan semuanya bilang, "Nanti dia ketiban sial."
aku berkata, "Ya, semoga begitu."
tak bisa tidur setelahnya, tak bisa tidur, terbayang-bayang kematian si kucing dan suara tangisannya yang pilu, meminta pertolonganku. tapi aku terlalu sibuk dengan urusanku hingga tak lekas mengambilnya. bahwa dia tengah ketakutan, saat sesosok malaikat maut hendak datang menjemputnya, dan ia butuh aku untuk menyelamatkannya. sedetik, semenit itu pula ia menghilang, nyawanya melesat terbang tinggi jauh....
jauuh sekali...sekali...dan sangat jauh, hingga aku terus menatap langit hitam itu....
ah, harusnya kenapa kau tak masuk saja dan mendatangiku? ah, kenapa pengendara motor itu melindas tubuh kecilmu, sungguh kejam nian. ia tidak punya mata.
tapi, setelah aku merenung, yang ternyata tidak punya hati adalah aku. sebab aku tak lekas tanggap menghampirimu seperti biasa kulakukan pada kucing-kucing lainnya ketika mendengar suara meongnya.
sungguh, aku merasa bersalah pada kucing itu, dan mencari kambing hitam atas kematiannya. apalagi aku mengutuk pengendara itu akan ketiban sial, ah..betapa bodohnya aku, bagaimana jika ucapanku ini membuat si penabrak kucing itu sakit dan menderita dalam hidupnya. menjadi sugesti, terngiang-ngiang sebab ucapanku yang tak dipikir.
bahwa mitos itu tak benar adanya, bahwa aku terlupa. pada Tuhan yang telah menciptakan kelahiran, kematian semua makhlukNya dengan cara apapun yang telah dikehendakiNya dan tertulis di kalam.
dan seharusnya, jika saja aku mampu memundurkan sedikit waktu saja, lima menit saja Tuhan...., aku akan mengambil seekor kucing hitam yang menangis itu.
"Ah, sebab ia hitam. dan aku percaya mitos itu."
ah, betapa bodohnya aku yang mempercayai keburukan daripada Keyakinanku pada Tuhan. lalu, bagaimana kondisi yang menabrak kucing itu, apakah dia masih mengingat ucapanku padanya.
"Bapak, maafkan saya ya. seharusnya sayalah yang patut dipersalahkan."
untuk menebus dosaku, aku akan memelihara seekor kucing hitam awal tahun depan.
Sidoarjo, 11 November 2010
Vanny Chrisma W.

Komentar