Bacalah sebuah cuplikan novel dari naskah mentah yang masih kubuat ini, berjudul “The Mongolian Love Story”
Di sini aku menuliskan tentang perburuan seekor elang yang memburu rubah untuk diberikan pada Tuannya.
Semoga kalian suka:
Tangan seorang tetua yang dibalut dengan kain bulu serigala untuk dijadikan sebagai alas si burung elang tersebut adalah tangan tetua Jartuk dan ia sedang duduk di atas tunggangan kudanya. Di gurun itu, sambil menatap ke sekeliling dari atas, bawah, samping kiri dan kanan. Tetua Jartuk berusaha mencari mangsa untuk diburu oleh si elang. Kemudian ia melihat dari kejauhan, tampaklah seekor rubah putih tengah berlari-lari kecil sendirian. Di sanalah saat yang tepat untuk dirinya melepaskan seekor elang emas itu dari tangannya.
“Hufu, ayo tangkap rubah itu!” ucapnya pada si elang yang kemudian secara tangkas lepas dari tangan tuannya dan terbang menembus angin yang ikut menerjang sayapnya, namun elang tersebut lebih kuat daripada angin. Tatapan tajam si elang yang berhasil membidik seekor mangsa, rubah putih.
Rubah putih itu rupanya sudah bisa mendengar jejak para pemburu yang ada di dekatnya berjarak beberapa belas meter darinya. Ia pun bersiap siaga untuk berlari secepat kilat dan mencari tempat persembunyian agar tidak ditangkap oleh para pemburu. Tapi bodohnya, rubah itu tidak melihat ada seekor elang yang tengah terbang mengintai dirinya. Hingga pada saat rubah itu mendengar suara elang yang mengejutkannya, rubah itu mendongak ke atas menatap tubuh si elang yang hendak menyambarnya. Dengan secepat kilat ia berlari dan berlari mencoba untuk menyelamatkan diri. Sementara dari atas gurun itu para pemburu menunggu hasil dari terkaman si elang, berhasil ataukah tidak untuk menangkap rubah tersebut.
Rubah putih itu dengan terengah-engah berlari secepat kilat, sebelum akhirnya si pemburu melepaskan seekor lagi elang dari tangannya untuk membantu si elang milik Jartuk agar tidak sampai kewalahan menghadapi rubah itu. Elang Jartuk berhasil menyambar rubah sampai terjatuh berguling-guling. Akan tetapi kegigihan si rubah tak mau menyerah begitu saja, ia lekas beranjak dan berusaha untuk melarikan diri dari sergapan cengkeraman kaki si elang yang melukai mulutnya.
“Ayo, Hufu!!!” teriak Cing Man Hao yang semakin antusias menyaksikan perburuan elang tersebut. Apalagi ketika seekor elang milik tetua Li juga ikut diterbangkan, pastinya kemungkinan berhasil sangatlah besar daripada kegagalan.
Rubah itu akhirnya berhasil diterkam oleh dua ekor elang, dan berhasil menjatuhkannya kembali. Dengan mengunci mata mulut rubah itu dengan cakarnya yang tajam. Melihat keberhasilan itu, para tetua pun turun ke bawah untuk menangkap hasil mangsanya.
“Jenderal Hao, akhirnya!! Hore!” teriak Ming ikut girang dan menyusul lelaki bertubuh tegap itu turun gurun.
*
Komentar
Posting Komentar
komen dong...yuk!