Kita belajar tentang yang namanya Gaya Bahasa


Gaya Bahasa merupakan bentuk atau cara seseorang mempergunakan kata dan merangkainya menjadi kalimat. Bagi seorang pengarang, gaya bahasa meliputi semua faktor yang menentukan bahasa.

Setiap pengarang mempunyai gaya bahasanya sendiri-sendiri. Gaya bahasa itu adalah sebagian dari ciri-ciri khusus pengarang yang bersangkutan. Kita dapat merasakan perbedaan, misalnya, antara gaya bahasa penulis novel Habiburahman El Shirazy dengan gaya bahasa penulis Anwar Fuadi.. Meskipun kiranya sulit dirumuskan, tetapi paling tidak, dapat dirasakan adanya kekhasan gaya bahasa masing-masing-terutama apabila kita mau memperhatikannya dengan sungguh-sungguh.

Gaya bahasa rupanya tak jauh berbeda dengan gaya berbicara, gaya berjalan, gaya merokok, dan lain-lain. Perhatikanlah seseorang berbicara! Akan ditemukan sesuatu yang khas dari gaya bicaranya, yang berbeda dengan gaya bicara orang lain. Perhatikan pula seseorang berjalan atau merokok! Pasti ada sesuatu yang khas. Itu memang semacam identitasnya.

Pengarang muda yang baru melangkahkan kakinya ke dunia penulisan, umumnya memiliki kekhasan gaya bahasa. Hal ini dapat dipahami. Pengarang-pengarang yang telah mapan itupun, pada tahap-tahap permulaan belum mempunyai identitas dalam gaya bahasa yang dipergunakannya. Tahap permulaan adalah tahap pencarian.

Dalam mencari identitas itu, sangat boleh jadi pengarang muda banyak terpengaruh gaya bahasa dari seorang pengarang terkenal yang disenanginya. Walaupun gaya bahasa pengarang terkenal itu adalah miliknya yang khas, tetapi gaya bahasanya boleh ditiru pengarang muda. Sudah pasti peniruan-dalam hal apapun, juga dalam gaya bahasa tak bakal sesempurna aslinya. Justru ketidak-sempurnaan tiruannya itulah yang membuat gaya bahasa pengarang yang ditiru tetap menampakkan identitas dan kekhasannya.

Peniruan gaya bahasa pengarang terkenal yang disenangi tidaklah seyogyanya dilakukan secara persis vis a vis, apa adanya. Pengarang muda justru harus dapat mengembangkan kreasinya setelah memperhatikan gaya bahasa pengarang tertentu, untuk menghasilkan gaya bahasa yang khas miliknya sendiri. Dia harus berusaha menemukan identitas diri. Tidak merupakan cacat agaknya, kalau dalam gaya bahasa, pengarang muda justru terpengaruh dengan gaya bahasa pengarang tertentu.

Diduga, pengarang-pengarang lain yang sudah mapan sekarang bukan mustahil terpengaruh dengan gaya bahasa pengarang-pengarang tertentu, sampai kemudian menemukan corak gaya bahasanya sendiri yang khas, yang merupakan identitas dan karakteristiknya kini. Dan pengarang-pengarang muda, ataupun para pemula, harus juga membuka kemungkinan untuk menerima pengaruh gaya bahasa pengarang yang disukai, dalam upaya menemukan kekhasan sendiri. Namun untuk itu, tak perlu menjadi epigonnya. Epigon adalah pengikutnya, yang menjiplak persis apa-apa yang ditulis pengarang yang diikutinya tersebut.

(Sumber: Anda ingin jadi pengarang?, oleh: Drs. A. Hadi Nafiah)

Komentar

  1. Artikel yang bagus. I like that. Salam kenal Vanny. Betul Anda, memang setiap penulis sebaiknya punya gaya tersendiri, yang merupakan ciri khas, indentitas diri sang pengarang. Sangat setuju. Selamat ya, numpang lewat, sukses selalu untuk Anda.

    Salam kompak:
    Obyektif Cyber Magazine
    (obyektif.com)

    BalasHapus
  2. Mantef banget artikelnya mba Vanny..salut aku aku mba,salam buat keluarga disana moga makin sehat slalu..hahahhayyyy

    BalasHapus
  3. Ana pernah membuat beberapa cerpen. Namun hasilnya dikomentari oleh orang2 yang baca katanya membosankan. Pas ditanya, apanya yang bikin membosankan. kata mereka, cara penyampaian dan pemilihan tokohnya yang kurang pas, ada yang bilang kurang di jalan ceritanya...
    Memang sangat penting mengenal bagaimana gaya bahasa penulisan kita. Tapi ana masih kesulitan nih. Semoga dilain hari ana bisa menemukannya..
    Syukron untuk postingannya.

    BalasHapus
  4. postingannya cukup ngebantu, jadi semangat nulis :D

    BalasHapus
  5. wah. keren ding. thnks yah kak

    BalasHapus

Posting Komentar

komen dong...yuk!