Namanya Nindy, dia adalah seorang bayi kecil yang mengubah hidupku belakangan ini. Umurnya baru 9 bulan, tapi sudah berhasil memporak-porandakkan seisi rumah termasuk ayah dan ibunya.
Saat kemudian aku tidak lagi bisa menulis lantaran bertambah aktifnya diri bayi itu, akupun berdoa pada Tuhan. "Ya Allah, jika memang sudah saatnya aku berhenti menulis. Maka berikanlah rejeki tambahan yang besar untuk suamiku agar aku bisa mengurus bayiku dengan baik."
Dan doa itu sekitar dua bulan yang lalu. Aku tidak menganggap diriku baik dan atau paling suci di bumi ini, masih banyak kesalahan yang aku lakukan.
Tapi, ternyata..., Tuhan menjawab doaku dengan cepat. Ia berhasil menghentikan waktuku yang panjang untuk menulis dan berganti menjadi mengasuh Nindy yang sudah merangkak kemana-mana. Tentunya hal itu membuat laptop sering on off melulu. Hingga pada akhirnya aku pun mencoba untuk mengganti waktu menjadi malam hari pukul 12.
Kucoba perlahan, masih tetap tak bisa. Malah rasa kantuk yang semakin merajalela, and then..., I must to stop it!
Pekerjaan menulisku kuhentikan. Berapa hari setelah itu, my husband memberiku kabar gembira bahwa mulai bulan ini sampai ke depan ia memiliki peningkatan dalam materi karena pekerjaannya sebagai pengelola dana investor.
Kemudian ia memintaku untuk berhenti menulis dan terfokus mengurus Nindy. Ya, awalnya menghentikan itu terasa sulit. Tapi perlahan aku mulai mencobanya...
hingga akhirnya aku malas membuka word, sedang kini kuganti dengan blog saja yang tidak menguras pikiran apapun.
Demi anakku, aku tidak mau menduakannya dengan novel. Sebab ia adalah harapanku satu-satunya, ketika aku tengah sering duduk sendirian memandang laptop. Aku jenuh, bosan sebenarnya. Bosan merangkai kata-kata dan cerita fiksi. Aku ingin hidup dalam dunia nyata, dan aku pun juga sudah jenuh dengan berbagai macam peraturan yang membuatku lebih sering diawasi dalam setiap kalimat yang kulontarkan.
Aku memutuskan untuk bebas dari kekangan dan ikatan pekerjaan, dan aku sangat ingin berhenti menulis dan menikmati hidup. Lantaran selama ini aku mengejar tulisan dalam tempo yang cepat.
Aku ingin menghilang dari dunia itu, yang sudah membuatku jenuh. Apalagi ketika apa yang kuharapkan selama ini masih tetap sama bahkan jauh lebih kecil daripada itu.
Aku tidak ingin terikat dengan penerbit atau berurusan dengan penerbit, yang notabene sering membuatku sesak napas.
Aku ingin penulis itu dijunjung tinggi, dihormati dan dihargai. Aku ingin penulis itu seperti seseorang yang dibutuhkan dan bukan membutuhkan.
Dan kini, aku benar-benar ingin berhenti menulis. Saat pilihan terfokus pada anak, untuk belajar hal baru mengurus si kecil yang selama ini masih banyak yang belum kumengerti.
Sejujurnya, aku tidak ingin menjadi penulis. Sejujurnya, aku hanya ingin menjalani hidup ini dengan tenang dan cita-citaku adalah hidup dalam ketenangan. Maka jika profesi menulis sudah memberikan ketidaktenangan hati dan pikiran. Lantas, buat apa itu dikerjakan dan diteruskan...?
I love you my husband, Nindy...
so much!!!
Saat kemudian aku tidak lagi bisa menulis lantaran bertambah aktifnya diri bayi itu, akupun berdoa pada Tuhan. "Ya Allah, jika memang sudah saatnya aku berhenti menulis. Maka berikanlah rejeki tambahan yang besar untuk suamiku agar aku bisa mengurus bayiku dengan baik."
Dan doa itu sekitar dua bulan yang lalu. Aku tidak menganggap diriku baik dan atau paling suci di bumi ini, masih banyak kesalahan yang aku lakukan.
Tapi, ternyata..., Tuhan menjawab doaku dengan cepat. Ia berhasil menghentikan waktuku yang panjang untuk menulis dan berganti menjadi mengasuh Nindy yang sudah merangkak kemana-mana. Tentunya hal itu membuat laptop sering on off melulu. Hingga pada akhirnya aku pun mencoba untuk mengganti waktu menjadi malam hari pukul 12.
Kucoba perlahan, masih tetap tak bisa. Malah rasa kantuk yang semakin merajalela, and then..., I must to stop it!
Pekerjaan menulisku kuhentikan. Berapa hari setelah itu, my husband memberiku kabar gembira bahwa mulai bulan ini sampai ke depan ia memiliki peningkatan dalam materi karena pekerjaannya sebagai pengelola dana investor.
Kemudian ia memintaku untuk berhenti menulis dan terfokus mengurus Nindy. Ya, awalnya menghentikan itu terasa sulit. Tapi perlahan aku mulai mencobanya...
hingga akhirnya aku malas membuka word, sedang kini kuganti dengan blog saja yang tidak menguras pikiran apapun.
Demi anakku, aku tidak mau menduakannya dengan novel. Sebab ia adalah harapanku satu-satunya, ketika aku tengah sering duduk sendirian memandang laptop. Aku jenuh, bosan sebenarnya. Bosan merangkai kata-kata dan cerita fiksi. Aku ingin hidup dalam dunia nyata, dan aku pun juga sudah jenuh dengan berbagai macam peraturan yang membuatku lebih sering diawasi dalam setiap kalimat yang kulontarkan.
Aku memutuskan untuk bebas dari kekangan dan ikatan pekerjaan, dan aku sangat ingin berhenti menulis dan menikmati hidup. Lantaran selama ini aku mengejar tulisan dalam tempo yang cepat.
Aku ingin menghilang dari dunia itu, yang sudah membuatku jenuh. Apalagi ketika apa yang kuharapkan selama ini masih tetap sama bahkan jauh lebih kecil daripada itu.
Aku tidak ingin terikat dengan penerbit atau berurusan dengan penerbit, yang notabene sering membuatku sesak napas.
Aku ingin penulis itu dijunjung tinggi, dihormati dan dihargai. Aku ingin penulis itu seperti seseorang yang dibutuhkan dan bukan membutuhkan.
Dan kini, aku benar-benar ingin berhenti menulis. Saat pilihan terfokus pada anak, untuk belajar hal baru mengurus si kecil yang selama ini masih banyak yang belum kumengerti.
Sejujurnya, aku tidak ingin menjadi penulis. Sejujurnya, aku hanya ingin menjalani hidup ini dengan tenang dan cita-citaku adalah hidup dalam ketenangan. Maka jika profesi menulis sudah memberikan ketidaktenangan hati dan pikiran. Lantas, buat apa itu dikerjakan dan diteruskan...?
I love you my husband, Nindy...
so much!!!
So sweet bgt .. ^_^
BalasHapusSmoga Nindy cepat sembuh yaa ...
Lama sekali Kang Arie ga menulis ... maaf sy komen di blog Bu Arie.. krn kalau di 'sana', bisa2 jadi monumen komentar saya ... :)
BalasHapus